Dayu 💜
Suasana perpustakaan yg padat & ramai seperti biasanya di jam
istirahat sekolah, siang itu bahkan Nampak lebih ramai dari biasanya karna esok lusa adalah hari
ujian akhir semester ganjil tahun pelajaran ini, di sudut ruangan terlihat
seorang gadis berkulit bersih, dengan perawakan badan tinggi semampai, dengan
rambut ikalnya yg terkucir rapi, tidak ketinggalan sebuah kaca mata yg menempel
di batang hidung panjangnya dia namapak bersandar di rak yg berisikan tumpukan-tumpukan
buku yg berlabel tulisan SASTRA di samping kananya. gadis itu yg tak lain
adalah Reka Ariskahosa sebut saja Reka tidak heran jika teman-temanya mendapati
dia disini di setiap jam istirahat bahkan mereka semua sudah tidak heran lagi,
memang sudah menjadi ritual wajibnya setiap di sekolah mematung diam disamping
rak buku-buku bacaan favoritnya.
“ehh ka ntar guru killer masuk ngga ya?” tiba-tiba terdengar suara yang sedikit
mengejutkan, namun tidak mengalihkan fokus Reka pada buku bacaanya
“Pak Chandra maksut lo?” jawabnya singkat dengan bola mata yg masih memandang lekat baris tiap
baris kata dalam lembar buku tersebut
“Iyalah siapa itu namanya, sebel gua sama dia gila aja
coba kita suruh hafalin rumus kimia sebejibun banyak, belom lagi di tambah
tugas-tugasnya yg ga begitu penting itu!” celetuk shinta dengan mimik muka masam, sambil tanganya membolak balikan buku
yg di pegangnya
“ Yaelah sin nyantai aja kali, selow palingan juga
tugasnya ntar dibahas bareng-bareng, trus kalo gaada yg bisa paling juga di
kerjaiin sendiri sama dia. kini pandangan Reka yang mulai sedikit
berbagi dari bacaannya dan menatap kearah shinta sesekali
“ihh tapi kan lu kaya gatau guru satu itu aja deh,
pasti dia bakal nunjuk satu-satu muridnya sebelum akhirnya di garap sendiri tuh soalnya”
“trus kenapa? Lo takut kalo di suruh maju” jawab Reka dengan menutup buku bacaanya,
kali ini dia mencoba mencari-cari buku lainya namun masih pada rak yang sama
“ iss lu nyebelin deh ka lama-lama! Kali
ini shinta yang Nampak lebih kesal dari sebelumnya, dengan muka sewot kemudian
membelakangi Reka ariskahosa.
“hahahaa iya dasar elunya aja yg gupekan sloo kali
shinta lagian mana mungkin dia bakal bahas itu PR pan besok senin kita udah
semesteran iyaakan? .“ dengan menepuk
bahu shinta dari belakang kemudian setengah berbisik di telinga, tak lupa dengan ciri khasnya Reka yaitu gaya mengangkat salah
satu alisnya kemudian sambil
senyum-senyum karena melihat shinta yang
mulai kesall.
“ihh bodo lahh Rek!.” Tangan shinta yang sedikit dikibaskan bertujuan agar tidak lagi menjadi
tumpuan tangan Reka.
*teettttt……tetttttt……..tetttt……tetttttt*
“nahh masuk tuh, ayoo buruan!” Reka yang tanpa banyak bicara lagi langsung berlari kecil keluar
perpustakaan yang rupanya sudah tidak seramai saat ia datang tadi, bahkan tanpa
disadari perpus itu hanya berisikan Reka & shinta, emmm dan satu lagi Pak
Tio si penjaga perpustakaan.
Reka dan Shinta
yg kemudian seperti di komando bergegas
lari kearah kelas mereka secara bersamaan , tanpa disangka ternyata sudah ada guru di dalam
kelas, yg tak lain itu adalah orang yg menjadi bahan perdebatan mereka
di perpus tadi.
“duhh mati kita rek!”
“Reka shinta darimana saja kalian? masuk terlambat!”
“emm maaf pak kita tadi dari perpustkaan minjem buku
ini pak, jawab Reka sambil menunjukan
buku sastra yg ada di tanganya sambil nyengir kecil di bibirnya.
“buku apa itu? “
“emm buku
sastra pak.”
“kamu tau ini sekaarang pelajaran apa?”
“tau pak.”
“nahh itu kamu tau sekarang ini pelajaran kimia you
know? Kenapa malah pinjem buku sastra sampai-sampai terlambat masuk kelas!”
“iya pak saya minta maaf lain kali engga akan saya
ulang lagi kok, janji deh pakk”
“iyaa dong pak plisss jangan hukum kita ya, kan kita juga
belajar pak tadi di perpus.”
“yasudah cepat duduk ke bangku kalian , menggangu jam
pelajaran saja!”
“makasih pak,”
Saat keduanya
berjalan membungkuk- bungkuk di depan guru killer tersebut ternyata ada dua
pasang mata yg sedari tadi memperhatikan tingkah mereka dengan tersirat senyum
manis di wajahnya, yg tidak lain orang itu adalah Eby. Eby adalah satu-satunya
orang yg tidak tertawa saat Reka di hukum karena ulahnya yg aneh setiap hari.
Dan dimana ada Reka pasti disana ada Eby iya mereka berdua itu kaya punya telepati
hati yg sama bisa mengetahui dimana keberadaan satu sama lain, ett tapi pasti
kalian bertanya-tanya nihh, kenapa pas di perpustakaan tadi Eby gaada.penasaran
kan? Lanjut baca deh pasti ntar ngerti.
“ngapa lo liat-liat gue? Ada yg lucu ha?!”
“iss pede amat sihh lu, siapa juga yg liatin lu orang
gua dari tadi merhatiin shinta kok.”
“iya terus kenapa matanya ke gue!!”
“iisss udah Reka Eby brisik banget deh kalian buruan mau
lewatt”
“lagian tu temen lo! Jadi orang nyebelin.”
“ehh udah sih by, ntar beranteem lagi kalian.”
“iss dasar lu
bayi jagung, anak kecil cari gegara mulu kerjanya.”
“ihh udah lah Rek gapenting juga ngurusin orang kaya
dia”
***
Pagi yang
cerah mentari menyapa bumi dengan begitu
hangatnya, dengan terpaan sinarnya yang cukup ramah kali ini dengan sedikit
bias mentari di sudut langit timur Jakarta itu. Rona pelangi pagi yang merupakan sisa sisa bias
titik-titik air hujan semalam, yang tidak begitun deras namun, cukup membasah
kuyupi tubuh kota itu. Suasana pagi yang indah dan secerah itu tidak sama
seperti suasana hati Reka ariskahosa pagi itu. Hari minggu ini bisa di bilang
weekend paling menyebalkan sepanjang bulan ini.
“ma..
mama tau engga buku aku di meja? Yang semalem itu lo aku taro disini!”
“aduh anak mama ini pagi-pagi sudah teriak-teriak, ada
apa sih kenapa buku yang mana?”
“itu loh ma buku Reka yang semalem di atas meja
belajar ini, kok gaada ya ma?”
“oo mungkin di bereskan sama bibi, sebentar ya mama tanya,”
“duhh gimana ini ma, tanyain bibi harus ketemu
pokonya, soalnya itu buku temenya Reka mah.”
“iya iyaa sayang, sebentar. Bi inah bi…”
“iya ndoro, ada apa kok teriak-teriak to?”
“inah itu si Reka bingung nyariin bukunya yang di atas
meja belajar semalam kok gaada apa kamu
tau?
“ooh sebentar ndoro, saya ingat-ingat semalam memang
saya membereskan kamar non Reka tapi kalo soal buku sepertinya saya ndak tau
ndoro. Suerr ndoro :D”
“mah gimana ? bi inah tau gak buku saya ?”
“bi inah engga tau sayang, semalam memang kamu taruh
dimana, coba diingat-ingat lagi kali aja kamu lupa naruh dimana gitu.
“duhh tapi Reka inget bangett kok mah, kalo semalem
itu Reka taro disini perasaan, ahh tau lah.
“Yaudah diinget-inget lagi aja ya sayang, mama ,mau arisan
di rumah tante Erny dulu ya, kamu hari ini ga ada acara kemana mana kan ?”
“iyaa iya ma Reka di rumah aja.”
“Yaudah jaga rumah baik-baik ya sayang daa mama
berangkat dulu.”
“iya ma hati-hati”
***
Sunyi,sepi,
senyap, pengap,gelap kurang lebih begitulah suasana ruangan itu tidak ada
cahaya selain sinar redup yang bersumber dari layar PC yang ada disudut ranjang
nampaknya sang pemilik kamar melarang sinar mentari pagi itu masuk kedalam
ruanganya dengan cara membiarkankan jendela kamarnya tetap tertutup rapi, entah
apa yang dilakukan di dalam sana apa mungkin dia sedang Hibernasi melakukan tidur panjang untuk memulihkan segala energy nya kembali? “ahh tapi tidak mungkin” Apa mungkin dia sedang bersemedi untuk menghadapi ujian ahir semester besok?
“sepertinya tidak juga” lalu? Oiya aku baru ingat kalau dia sangat suka membuat
puisi. Iyaiya sepertinya dia sedang membuat puisi di dalam sana
Senja_
Senja….
Senja yang jingga
Mengapa kini engkau enggan menyapa
Apa mungkin dirimu telah lupa?
Pada hamparan ialalang yang dulu selalu kau terpa
Namun, dimanapun kini engkau berada
Aku sungguh berharap engkau kembali ada
Karya : Reka Ariskahosa
“Ahh kenapa
temanya senja lagi sih Reka? Senja, perpisahan, penantian, kepedihan come on
move Reka!!! kenapa sih bayangan senja dan perpisahan itu tidak bisa hilang
sampai saat ini? Kenapa dia itu seperti menghantuiku, membayangi setiap
gerak-gerikku, sepertinya dia tidak senang jika melihatku bernafas bebas?
Kenapa aku harus hidup dalam bayang-bayang itu? Mengapa tuhan memberiku ingatan
yang kuat hingga sampai saat ini aku masih mengingat jelas kepingan-kepingan kenangan
yang hilang tenggelam bersama senja sore itu. Mengapa ingatan ini tidak ikut
hilang saja? Mengapa bayanganya juga tidak tenggelam saja bersama senja yang
telah lama berlalu? Mengapa aku tidak lupa saja akan semua hal itu? Aakkhh !!
mengapa? Mengapa? Dan mengapa semua pertanyaan itu selalu muncul setiap kali
aku mengingatmu? Padahal aku tahu jika semua pertanyaan itu tidak akan pernah
terjawab, biarpun aku menanyakannya berulang-ulang kali pada diriku sendiri.
Rasanya aku ingin memerintahkan setiap neuron dalam otakku untuk mencari ke
dasar Serebelum ku aku bosan terus berkecamuk dengan
fikiranku sendiri, dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting yang selalu
menggangguku, aku benci itu.
***
Mesra dan
romantis hujan diawal bulan dengan lembut menyapa daerah timur pinggiran ibu kota tersebut, dan mentari yang juga
belum terlihat sedari tadi mungkin dia sedang terlelap dalam tidur nyenyaknya
dengan buaian mimpi-mimpi indah semalam bersama sang bulan, hal itu juga
membuat para mahluk penghuni kota
tersebut enggan angkit dan lebih memilih
menarik selimutnya kembali.
“bangun
sayang ini senin, hari pertama ujian terakhir kamu”
“iya ma,
sebentar lagi,”
***
Tidak
seperti biasanya suasana kelas pagi itu, terasa lebih senyap lebih tepatnya
nyaman, memberi peluang besar neuron-neuron dalam otak kecil lebih leluasa
untuk berfikir berusaha keras menyari coretan-coretan tinta untuk memenuhi
lembar kosong di atas meja setiap mata.
“sstt…sstt…sstt… Reka.. ka”
“apaan sih?”
“pinjem penghapus sih, gua lupa bawa”
Taaapppp…!
“Reka apa itu?”
“Anu buk, si Eby minjem penghapus”
“Reka! Kamu tahu peraturan saat ujian tidak boleh
berisik, kalian berdua itu menggangu ketenangan siswa laian apa kalianu mau
lembar jawabanya ibu ambil?”
“Iya buk, maaf”
“maafin Reka buk, ini bukan salah dia” sahut eby
“ahh sudah tidak usah membela lanjutkan pekerjaanmu,
waktunya 15 menit lagi”
***
“Mama tau sayang kamu itu bosan jika liburan di rumah
terus, tapikan nanti bisa sesekali kamu refreshing pergi ke tempat mana aja
yang kamu mau tapi, kalo untuk liburan ke rumah kakekmu jangan dulu menurut
mama”
“tapi ma,”
“Reka, mama bakal ngizinin kamu liburan kemana
aja tapi untuk sekarang jangan dulu
sayang.”
“tapi kenapa ma? Kan aku sudah SMA dan ini ujian
terakhirku apa aku tetep gak boleh buat liburan ke rumah kakek? Aku ingin ke
Bandung ma! Pliissssss” dengan raut wajah sedikit memelas sepertinya mama mulai
luluh, aku tahu mama adalah tipe orang yang mudah belas kasihan.
“hadehh” mama mengambil nafas sejenak kemudian berkata
“nanti akan mama bicarakan dengan papamu”
Yess… dalam hatiku kalau mama berbicara ke papa
kemungkinan aku akan diperbolehkan karena papa adalah orang pertama yang akan
memberikan apa yang aku mau. “makasih ya mah” kupeluk mama kemudian sedikit
kukecup rambutnya.
Komentar
Posting Komentar